Sebanyak 27 Kelompok Tani atau masyarakat adat Sampali yang tergabung didalam Gabungan Kelompok Tani Masyarakat Nusantara (GAPOKTAN) gelar rapat
TRIBUNCHANNEL.COM –Sumatera Utara – Sebanyak 27 Kelompok Tani atau masyarakat adat Sampali yang tergabung didalam Gabungan Kelompok Tani Masyarakat Nusantara (GAPOKTAN) gelar rapat menyusun strategi melawan mafia tanah yang akan menyerobot lahan yang telah mereka tempati puluhan tahun.
Rapat yang dihadiri puluhan masyarakat tersebut dilaksanakan di Pesantren Mazilah Darussalam, Dusun XXIV, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Selasa (25/06/2024) sore.
Melalui rapat itu diputuskan bahwa masyarakat adat yang tergabung didalam GAPOKTAN tidak memberikan izin kepada pihak Nusa Dua Properti (NDP)/PTPN I atau pihak manapun untuk membuat/mendirikan posko atau bangunan lainnya, apalagi kepada pihak NDP/PTPN I untuk membuat posko walaupun hanya duduk-duduk, istirahat dan lain-lain. Apalagi sampai membuat plang, baliho yang menerangkan tentang tali asih atau kegiatan lainnya di atas tanah milik GAPOKTAN seluas 860 hektar.
Selain itu, dalam putusannya masyarakat juga meminta agar seluruh bangunan yang sudah diberi tali asih agar segera dibongkar dalam kurun waktu 2×24 jam.
Bahkan, GAPOKTAN mengultimatum, apabila keputusan mereka tidak diindahkan maka pihaknya jangan disalahkan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Diketahui, perseteruan ini bermula saat pihak NDP/PTPN I membuat posko penerimaan tali asih dikawasan lahan yang dikuasai dan diusahai oleh GAPOKTAN.
Pihak NDP/PTPN I melalui kaki tangannya yang dianggap masyarakat sebagai pereman suruhan melakukan pengancaman terhadap warga agar mau mengambil tali asih.
Sedangkan tali asih yang diberikan merupakan bujuk rayuan terhadap warga agar mau menyerahkan lahan miliknya kepada NDP/PTPN I.
Usai rapat, Sekertaris Umum GAPOKTAN Rijal Pakpahan, kepada awak media menegaskan bahwa pihaknya tidak membolehkan pihak NDP/PTPN I mendirikan posko atau bentuk kegiatan apapun di lahan yang mereka kuasai.
Rijal menjelaskan bahwa sebelumnya warga telah melakukan aksi pembongkaran paksa terhadap posko tali asih NDP/PTPN I.
“Kami siap menjaga konduktivitas sepanjang mereka juga patuh dan tunduk kepada hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia ini,” ucap Rijal sambil menjelaskan bahwa pihaknya pernah meminta NDP/PTPN I untuk menggugat mereka (GAPOKTAN) di Pengadilan agar ada ketetapan hukum terhadap lahan tersebut, namun hal itu tidak kunjung dilakukan oleh NDP/PTPN I.
Sementara, Ketua Umum GAPOKTAN, Ustadz M. Dahrul Yusuf meminta Presiden Republik Indonesia, Joko Widido, agar memberikan sertifikat kepada mereka pada lahan yang telah mereka kuasai berpuluh tahun itu.
“Kami atas nama keluarga besar GAPOKTAN se-sumatera Utara memohon 10 jari kepada Bapak Presiden, Bapak Wakil Presiden, Bapak Menteri ATR, Bapak Moeldoko, Bapak Menteri Dalam Negeri, Panglima TNI, Kapolri, Wakapolri, BPN Provinsi agar perhatikan kami, jangan serahkan lahan kami, jangan buat surat kepada mafia tanah, cukong-cukong yang bukan asli rakyat Indonesia, kami asli rakyat Indonesia,” kata Dahrul.
Dahrul juga menjelaskan, dulunya orangtua mereka merupakan pegawai di PTPN 9 di Desa Sampali. Mereka telah menempati rumah disana selama 60 tahun dan telah menguasai/mengusahai lahan selama 20 tahun. Ia menyebut, sudah sepantasnya bila Pemerintah memberikan Sertifikat Hak Milik kepada mereka.
Rizky/Red