KKN Undip di Desa Cibelok mengadakan sosialisasi hukum tentang pelecehan seksual secara verbal.
TRIBUNCHANNEL.COM – Cibelok – Pada 30 Juli 2024, Berawal dari pengalaman beberapa anggota KKN Tim II Undip di Desa Cibelok yang terkena catcalling secara verbal melalui siulan dan dipanggil dengan nada menggoda oleh beberapa remaja dan orang dewasa di Desa Cibelok pada saat menghadiri salah satu acara yang diselenggarakan desa dan pada saat melakukan kegiatan di sekitar desa yang membuat beberapa anggota KKN Tim II Undip merasa tidak nyaman, was-was, dan terancam.
Sebagaimana diketahui, catcalling menurut Kartika & Najemi adalah pelecehan verbal seperti melontarkan kata bersifat porno ataupun perilaku genit atau centil kepada orang lain sehingga memberikan dampak rasa tidak nyaman. Adapun jenis-jenis dari catcalling terdiri atas:
Verbal-vokal, yaitu ketika pesan disampaikan menggunakan suara dalam bentuk nada seperti suara kecupan, suara ciuman dari jauh atau siulan;
Verbal-visual, yaitu ketika mengucapkan serangkaian pesan dengan tidak hanya menggunakan sebatas ucapan, tetapi juga menggunakan visualisasi agar dapat dilihat dan didengar dengan telinga oleh penerimanya, seperti mengomentari bentuk tubuh dengan ekspresi wajah yang turut serta ditunjukkan; dan
Verbal vokal-visual, yaitu ketika pengucapan kata-kata atau rangkaiannya menggunakan vokal dan dibantu lagi dengan adanya visualisasi seperti seseorang memandangi orang lain dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Dari segi istilah, catcalling juga merupakan istilah yang masih asing bagi beberapa remaja dan orang dewasa di beberapa desa. Hal ini sebagaimana ditemukan dalam beberapa pernyataan yang menyebut catcalling sebagai sebuah candaan dan bukan merupakan suatu perbuatan pelecehan seksual. Oleh karena itu, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwasanya Indonesia sangat gawat darurat tentang pelecehan seksual secara verbal.
Awamnya masyarakat Desa Cibelok mengenai hal tersebut kemudian menjadi perhatian penting mahasiswa KKN Undip di Desa Cibelok untuk mengadakan sosialisasi hukum dengan tujuan mempelajari norma, nilai, dan perilaku yang diterima dan tidak diterima masyarakat, khususnya terkait catcalling dan pelecehan seksual secara verbal.
Program sosialisasi hukum ini pada akhirnya berlangsung pada tanggal 30 Juli 2024 di TPQ Al-Falaah Balong, Cibelok dengan kelompok sasaran remaja berusia 13-17 tahun.
Dalam pelaksanaannya, program sosialisasi hukum ini sedikit mengalami hambatan di awal karena beberapa remaja masih belum mengetahui istilah catcalling dan beberapa lainnya menganggap pelaku catcalling tidak harus mendapat sanksi pidana berupa penjara.
Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam kegiatan pre-test sebelum program sosialisasi hukum dilaksanakan yang kemudian menunjukkan bahwa beberapa remaja menganggap catcalling bukanlah suatu perbuatan yang wajib menjadi perhatian penting.
Oleh karena itu, selama program sosialisasi dilakukan oleh mahasiswa KKN bernama Nabila Fillah Attaqi telah dipastikan bahwa catcalling secara verbal merupakan sebuah perbuatan pelecehan seksual yang memberikan dampak berat bagi korban sehingga pelakunya harus mendapatkan sanksi pidana Hal ini sebagaimana dibuktikan setelah diadakannya sesi diskusi dan post-test yang menunjukkan bahwa kelompok sasaran “sangat setuju” dengan salah satu dampak catcalling yaitu memberikan rasa takut dan tidak nyaman bagi korban hingga pelaku catcalling harus mendapat sanksi berupa pidana penjara.
Lebih lanjut, dilihat dari segi hukum, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam Pasal 5 menjelaskan bahwa pelecehan verbal dan pelecehan nonfisik lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp 10 juta.
Adapun pidana tersebut ditambah 1/3 jika pelecehan verbal dilakukan:
dalam lingkup keluarga;
tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk penanganan, pelindungan dan pemulihan;
pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;
pejabat publik, pemberi kerja, atasan, atau pengurus terhadap irang yang dipekerjakan atau bekerja dengannya;
lebih dari 1 kali atau terhadap lebih dari 1 orang;
oleh 2 orang atau lebih dengan bersekutu;
terhadap anak;
terhadap penyandang disabilitas;
terhadap perempuan hamil;
terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;
terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana atau perang;
dengan menggunakan sarana elektronik.
Dapat juga dijatuhkan pidana tambahan oleh hakim berupa pencabutan hak asuh anak atau pencabutan pengampunan, pengumuman identitas pelaku dan/atau perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana kekerasan seksual.
Oleh : Nabila Fillah Attaqi (Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro)
DPL : Aghus Sofwan, S.T., M.T., Ph.D.
Deny Aditya Puspasari, S.T., M.PWK.
Patricia Evericho Mountaines, S.T., M.Cs.
SAS/Red