Tim kuasa hukum terdakwa, Yudhi Rizki Pratama menolak seluruh dakwaan.
TRIBUNCHANNEL.COM – PEKALONGAN – Tim kuasa hukum terdakwa, Yudhi Rizki Pratama menolak seluruh dakwaan, saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan dalam sidang lanjutan sengketa lahan dan bangunan di Jalan RA Kartini, Kauman, Pekalongan Timur.
Pernyataan duplik tersebut mengacu pada nota pembelaan semula, yang sekaligus menolak seluruh dalil tanggapan (replik) yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya.
Tim kuasa hukum terdakwa, Yudhi Rizki Pratama mengatakan bahwa berdasarkan keterangan ahli pidana Prof DR Hamidah Abdurrachman, menerangkan jika perbuatan dari para terdakwa tidak dilakukan dengan ancaman maupun paksaan.
Kemudian, tambah dia, karena salah satu unsur pidana sebagaimana tercantum dalam pasal 167 ayat 1 KUHP joPasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana tidak terpenuhi, maka dakwaan jaksa penuntut umum tidak terbukti.
”Ini menjadikan unsur pidana dengan paksaan seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum tidak terbukti,” ujar dia, Selasa 25 Juni 2024.
Tidak hanya itu, perkara pidana ini masih ada sangkut pautnya dengan hak kepemilikan suatu objek perdata (benda tidak bergerak), sehingga sangat patut dan layak bila Peraturan Mahkamah Republik Indonesia nomor 1 Tahun 1956 dijadikan dasar penangguhan perkara pidana ini hingga putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap atas objek sengketa.
Selanjutnya mengenai argumen maupun tanggapan jaksa penuntut umum yang menyatakan tidak ada keterkaitannya Perma nomor 1 tahun 1956 dalam perkara ini adalah tidak benar, karena objek sengketa dalam perkara ini menyangkut suatu hak kepemilikan.
”Selain itu, perkara perdata permasalahan ini juga masih dalam proses pengajuan kembali (PK) di MA, sehingga belum memiliki kekuatan hukum tetap. Objek sengketa dalam perkara ini juga masih dalam perkara perlawanan eksekusi di PN Cirebon,” papar dia
Hal lainnya yakni terdakwa Titin Lutiarso tidak ikut serta menempati objek sengketa, tetapi dijadikan terdakwa pada perkara ini. Meskipun KTP terdakwa masih beralamat di objek sengketa, akan tetapi domisili (tempat tinggal) sekarang di Desa Denasri Kulon, Kabupaten Batang, sehingga seharusnya Titin Lutiarso tidak mejadi terdakwa dalam perkara ini.
”Jadi, surat dakwaan jaksa penuntut umum telah salah pihak (error in persona). Oleh karena itu, maka sudah selayaknya surat dakwaan jaksa penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima,” terang tim kuasa hukum terdakwa.
Dibeberkannya, para terdakwa tidak membuktikan SHGB dalam perkara ini dikarenakan SHGB telah dikuasai pihak pelapor. SHGB bahkan telah dibalik nama tanpa adanya persetujuan dari para terdakwa selaku ahli waris dari Lukito Lutiarso.
”Lukito Lutiarso semasa hidupnya, maupun para terdakwa tidak pernah memindah tangankan hak kepemilikan terhadap objek sengketa kepada pihak manapun,” ungkapnya.
Menurut tim kuasa hukum terdakwa, berdasarkan saksi ahli Prof Dr Edy Lisdiono menerangkan bahwa SHGB dalam perkara ini tidak dapat diperpanjang. Ini menjadikan pelapor sudah tidak punya hak atas objek sengketa.
Jika begitu, maka sudah jelas dan nyata bahwa pelapor dalam perkara ini tidak mempunyai legal standing untuk melaporkan perkara ini.
Untuk itu, pihaknya meminta Majelis Hakim agar para terdakwa sudah selayak dan sepatutnya dinyatakan tidak terbukti bersalah serta harus diputus bebas, atau setidak–tidaknya diputus lepas (onslag van recht vervolging).
”Kami memohon Majelis Hakim berkenan membebaskan atau melepaskan terdakwa Lanny Setyawati dan ketiga anaknya dari segala tuntutan hukum (onslag onvankelijke van rechtvervolging). Kemudian, agar dipulihkan hak-hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabat dalam keadaan seperti semula,” pungkasnya.
Red