BPN Kota Pekalongan Sebut Tanah SHGB Jadi Objek Sengketa Status Quo Atau Milik Negara, Begini Tanggapan Kuasa Hukum Terdakwa

- Jurnalis

Kamis, 4 Juli 2024 - 10:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penasehat hukum, Tim LBH Adhyaksa dan sejumlah LSM, perwakilan keluarga mendatangi Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Pekalongan.

TRIBUNCHANNEL.COM – KOTA PEKALONGAN – Upaya terdakwa Lanny Setyowati (74) dan ketiga anaknya mencari keadilan berlanjut di luar sidang. Didampingi tim penasehat hukum dan tim LBH Adhyaksa berikut sejumlah LSM, perwakilan keluarga tersebut mendatangi Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Pekalongan.

 

Kedatangan perwakilan keluarga dari terdakwa kasus pidana sengketa tanah itu bermaksud menanyakan sejumlah kejanggalan dalam pengurusan sertifikat SHGB oleh penggugat, yakni Felly Anggraini Tandapranata (72).

 

Dengan adanya status quo itu orang itu tidak memiliki hak untuk melaporkan bahwa itu pelanggaran Pasal 6 perbuatan melawan hukum atas Pasal 167 KUHP. Jadi tujuan audensi hari ini edukasi bagi teman-teman LSM tapi di sisi lain keterangan dari BPN harapannya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan semua yang hadir.

 

“Dalam perhitungan kami munculnya sertifikat SHGB dari ahli waris sejak 1981 itu masa perpanjangannya lagi 30 tahun berarti habis di 2011. Tapi BPN menghitung 2021, ok kita terima berarti sejak 2021 sampai 2024 bahkan perkara ini bergulir tanah tersebut status quo,” ujar Nasokha Ketua Tim Penasehat Hukum terdakwa usai audensi, Rabu (3/7)2024).

 

Tadi juga bisa didengar keterangan BPN juga setuju bahwa ada peristiwa perkara perdata yang muncul sehingga memang harus diselesaikan terlebih dahulu dan tidak mencampuradukan perkara perdata dengan perkara pidana, namun faktanya kedua perkara berjalan berbarengan.

 

“Mestinya perkara perdata diselesaikan dahulu baru pidananya. Sesuai dengan amanah peraturan dari Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956 bahwa apabila ada perkara-perkara perdata yang dibarengkan dengan pidana maka perkara pidana harus ditangguhkan, itu yang menjadi kunci,” jelasnya.

 

Baca Juga :  Wujudkan Rasa Aman dan Nyaman, Satlantas Polres Kendal Gelar Patroli Skala Besar

Ia pun menegaskan bahwa ini bukan perbuatan pidana tapi perdata, jadi perbuatannya ada tapi bukan pidana karena semua diawali dari perjanjian atau kesepakatan. Semua bisa dilihat itu perjanjian dan kesepakatan, antahlah itu dikatakan jual beli ada tiga sertifikat kenapa ditebus satu kok mau. 

 

“Ini kan berarti pinjam lalu dikembalikan satu dengan membayar Rp 2023 juta. Termasuk tadi kan klaim dari BPN ada kuasa untuk perubahan nama kepemilikan dari Lukito ke Tandapranata akan tetapi tidak bisa dibuktikan adanya tanda tangan persetujuan tertulis buka verbal dari ahli waris dalam hal ini Lanny Setyawati dan ketiga anaknya, pihak BPN mengatakan hanya menerima berkas dari notaris atau PPAT saja,”  beber Nasokha.

 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan itu menjelaskan bahwa di dalam KUHPerdata menyebutkan apabila terjadi perubahan nama atau balik nama atas bidang tanah kalau sudah suami istri maka keduanya harus membukukan tanda tangan bukti persetujuan bukan hanya lisan saja akan tetapi juga tertulis. Dalam hal ini ahli waris tidak menandatangani proses Akad Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh notaris.

 

“Di dalam persidangan pun surat itu tidak diperlihatkan bahkan sekilas langsung ditarik lagi. Berarti ada kekhawatiran di situ, mestinya istri tak perlu ada surat kuasa karena datang saja bisa. Logikanya kan seperti itu,” urainya.

 

Nasokha menambahkan dari gambaran tersebut berarti ada yang memang disembunyikan, kata-kata disembunyikan ini baerati dengan tanda kutip bahwa itu sepenuhnya tidak disetujui oleh istri, dirinya berkesimpulan kalau disetujui mengapa harus menggunakan surat kuasa, kan bisa datang terus tanda tangan tapi nyatanya ada surat kuasa dan surat kuasanya itu tidak bisa dibuktikan di pengadilan dan di audensi dengan BPN.

 

“Artinya kalau proses balik nama BPN kan harus punya dokumen, kan ini tidak ada dokumennya. Katanya BPN diambil Polda dan kejaksaan semua sebagai bukti, kan itu bisa dimintakan kembali seperti itu,” kata Nasokah menjabarkan.

Baca Juga :  1 Calhaj Asal Kota Pekalongan Meninggal Dunia Saat Masih di Embarkasi

 

Kesimpulannya, lanjut Nasokha, bahwa pihaknya datang ke BPN Kota Pekalongan untuk menanyakan beberapa hal terkait dengan proses balik nama dari perkara SHGB di Jalan Kartini yang oleh BPN dinyatakan sebagai tanah status quo dan haknya dikembakikan lagi ke negara.

 

Sementara itu Kepala seksi pengendalian dan penanganan sengketa, Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Pekalongan, Maryanto membantah argumen yang disampaikan oleh Tim Penasehat Hukum terdakwa Lanny Setyawati dan ketiga anaknya dengan dalih tanda tangan istri sudah dikuasakan ke suami.

 

“Kami ini hanya menerima berkas lengkap dari PPAT termasuk adanya surat kuasa dari istri ke suaminya sehingga tanda tangan Lanny Setyawati tidak muncul di AJB,” sebutnya.

 

Ia pun mengaku tidak bisa mengomentari lebih banyak terkait perkara tersebut karena semua kesaksian dirinya dan mantan pegawai BPN Kota Pekalongan yang sudah pindah tugas ke Cilacap sudah disampaikan semua di dalam sidang.

 

“Kami juga menyampaikan rasa prihatin kepada keluarga Lanny Setyawati namun sekali lagi kami ini hanya petugas pencatat, tugas kami hanya mencatat. Kami juga hanya menerima berkas dari PPAT karena PPAT itu memiliki tanggung jawab pribadi,” katanya.

 

Adapun terkait status tanah SHGB nomor 37 dan 48 yang dipermasalahkan itu masa berakhirnya pada 16 Mei 2021 lalu sehingga status tanah tersebut menjadi milik negara akan tetapi tidak bebas begitu saja karena masih ada bekas pemilik.

 

“Lalu apakah bisa diperpanjang, bisa diperpanjang dengan prioritas ke pemilik sebelumnya namun tetap harus menunggu putusan tetap dari pengadilan,” tutupnya.

(Dikin/Red)

Berita Terkait

Dugaan Penyalahgunaan Solar Subsidi, Ada Apa Dengan Polsek Surodadi Tegal
Satlantas Polres Kendal Imbau Wajib Pajak Manfaatkan Program Pemutihan Pajak Motor 2025
SWI Mengucapkan Selamat Kepada Ketua Dewan Pers dan Komisioner Periode 2025 – 2028
Pengkab PBSI Kendal Periode 2025-2029 Resmi Dilantik
Kasus Penipuan Modus Arisan PCX, Dua Oknum Polisi Ditetapkan Tersangka
Polsek Weleri Lakukan Operasi Miras di Kios Sugiyanti, Ketua SWI Jateng Berikan Apresiasi
Masyarakat Peduli Anti Korupsi Melaporkan Dugaan Korupsi DPU Kota Bandung ke KPK
BPD Denasri Wetan Gelar Musyawarah Desa Khusus bentuk Koperasi Desa Merah Putih

Berita Terkait

Jumat, 23 Mei 2025 - 15:19 WIB

Dugaan Penyalahgunaan Solar Subsidi, Ada Apa Dengan Polsek Surodadi Tegal

Rabu, 21 Mei 2025 - 16:04 WIB

Satlantas Polres Kendal Imbau Wajib Pajak Manfaatkan Program Pemutihan Pajak Motor 2025

Kamis, 15 Mei 2025 - 21:50 WIB

SWI Mengucapkan Selamat Kepada Ketua Dewan Pers dan Komisioner Periode 2025 – 2028

Minggu, 11 Mei 2025 - 16:37 WIB

Pengkab PBSI Kendal Periode 2025-2029 Resmi Dilantik

Selasa, 6 Mei 2025 - 22:02 WIB

Polsek Weleri Lakukan Operasi Miras di Kios Sugiyanti, Ketua SWI Jateng Berikan Apresiasi

Selasa, 6 Mei 2025 - 19:28 WIB

Masyarakat Peduli Anti Korupsi Melaporkan Dugaan Korupsi DPU Kota Bandung ke KPK

Selasa, 6 Mei 2025 - 12:35 WIB

BPD Denasri Wetan Gelar Musyawarah Desa Khusus bentuk Koperasi Desa Merah Putih

Senin, 5 Mei 2025 - 17:45 WIB

Jalan Rusak Parah Akibat Truk Angkut Batu Dari Galian C, APH dan Pemerintah Harus Tegas

Berita Terbaru

Berita

Pengkab PBSI Kendal Periode 2025-2029 Resmi Dilantik

Minggu, 11 Mei 2025 - 16:37 WIB