Lanny Setyawati dan ketiga anaknya Titin Lutiarso, Haryono serta Lilyana bersikukuh akan terus berjuang mempertahankan lahan dan bangunan.
TRIBUNCHANNEL.COM – PEKALONGAN – Terdakwa Lanny Setyawati (74), dan ketiga anaknya Titin Lutiarso, Haryono serta Lilyana bersikukuh akan terus berjuang mempertahankan lahan dan bangunan yang menjadi tempat tinggal mereka hingga putusan akhir dari Majelis Hakim.
Pilihan mempertahankan tempat tinggal itu untuk merespon pernyataan dari kuasa hukum dari pihak pelapor, yang mempidanakan para terdakwa dengan dakwaan menyerobot tanah orang. Sikap ini sekaligus untuk menolak tawaran pemberian uang tali asih dari pihak pelapor, bila mereka bersedia merelakan lahan dan bangunan yang disengketakan.
Keempat terdakwa hingga sekarang masih menjalani proses hukum perdata dan pidana secara bersamaan atas kasus sengketa lahan dan bangunan di Jalan RA Kartini, Kauman, Pekalongan Timur.
Kuasa Hukum Terdakwa, Nasokha menegaskan keyakinannya untuk menang dalam kasus sengketa lahan dan bangunan ini karena beberapa fakta yang menguatkan bagi kliennya.
”Kami selaku seorang pengacara harus optimis, untuk dapat memberikan bantuan hukum kepada klien secara maksimal. Kalau pesimis, percuma jadi pengacara. Apapun hasilnya, kami akan perjuangkan hingga putusan Majelis Hakim,” ujar dia, Selasa 25 Juni 2024.
Keyakinan itu didapat mulai dari lahan yang disengketakan memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dikeluarkan pada 1981, namun Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ini sekarang melampaui masa berlakunya.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 mengatur ketentuan untuk menempati rumah susun dan pengelolaan lahan milik pemerintahan. Jika Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) tidak diperpanjang sebelum masa berlakunya habis, tanah tersebut kembali menjadi status quo.
Adapun objek sengketa dari kasus pidana ini yaitu lahan seluas 1.433 meter persegi di Jalan RA Kartini, Kauman, Pekalongan Timur. Lahan itu terdiri atas dua sertifikat dengan luas 1.013 meter persegi dan 420 meter persegi.
”Izin Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) harusnya diperpanjang sebelum 30 tahun. Namun ini justru sudah terlampui. Menjadikan tanah tersebut telah menjadi status quo, sehingga kedua belah pihak yang bersengketa sama-sama tidak bisa menguasainya,” papar Kuasa Hukum Terdakwa, Nasokha.
Pihaknya juga menyoroti Titin Lutiarso, salah satu terdakwa. Menurutnya, pelaporan terhadap Titin Lutiarso tidak benar karena terdakwa sudah tidak tinggal di Jalan RA Kartini, melainkan di Batang.
”Meskipun KTP-nya masih tertulis di Pekalongan, tetapi domisili Titin Lutiarsi sekarang di daerah Batang. Itu sudah berlangsung sejak 10 tahun lalu,” ungkap Kuasa Hukum Terdakwa, Nasokha.
Nasokha menyebut bahwa kliennya, Lanny Setyawati dan anak-anaknya membantah klaim para pelapor, Felly Anggraini dan anak-anaknya. Para pelapor mengklaim bahwa tanah di Jalan RA Kartini sudah menjadi milik mereka melalui akad jual beli dan proses balik nama.
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang muncul pada 1981 memiliki masa berlaku 30 tahun pertama, yang habis pada tahun 2011.
Perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seharusnya diajukan paling lambat pada 2009. Namun, jika tidak ada perpanjangan, maka tanah tersebut kembali menjadi status quo.
Sebelumnya, Felly Anggraini Tandapranata selaku pelapor melalui kuasa hukum Risma Situmorang menyampaikan, jika pada awalnya pernah menawarkan upaya penyelesaian damai dan kekeluargaan kepada para terdakwa.
Disampaikan Kuasa Hukum Pelapor, Risma Situmorang jika kepemilikan lahan itu sah secara administratif milik kliennya berdasarkan akad jual beli antara Hidayat Tandapranata (suami kliennya) dan Lukito Lutiarso selaku suami terdakwa Lanny Setyawati.
Hal itu dibuktikan dalam putusan perdata yang sudah inkracht hingga tingkat kasasi.
Kuasa Hukum Pelapor, Risma Situmorang bahkan menyebut kliennya tidak ada dendam apapun terhadap keluarga Lanny Setyawati. Namun, tindakannya tersebut murni karena ingin mendapatkan haknya.
”Bahkan Felly Anggraini (72) pernah bilang, jika Lanny Setyawati dan tiga anaknya menyerahkan lahan dan bangunan secara sukarela, maka akan diberi semacam tali asih untuk mereka. Kemudian akan dibantu fasiltasi kepindahannya ke tempat yang baru,” ungkap Kuasa Hukum Pelapor, Risma Situmorang.
Red