DPMPPA bersama stakeholder terkait berupaya melakukan pendampingan, pembinaan, dan konseling berbagai kasus
TRIBUNCHANNEL.COM – Kota Pekalongan – Tahun 2024 sampai bulan Juni ada 8 kasus Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) dan 9 kasus kekerasan berbasis gender yang didampingi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Pekalongan. DPMPPA bersama stakeholder terkait berupaya melakukan pendampingan, pembinaan, dan konseling berbagai kasus ini.
Kepala DPMPPA Kota Pekalongan, Puji Winarni saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (9/7/2024) menyebutkan 8 kasus AMPK yang terjadi yakni kekerasan seksual terhadap anak berupa tindakan asusila, hingga melakukan hubungan layaknya suami istri, bahkan ada pula yang menyebabkan kehamilan tetapi tidak menikah.
“Ada kasus penelantaran anak karena orang tuanya bekerja di luar negeri kemudian dititipkan ke saudaranya kemudian kami bantu fasilitasi dengan pembuatan akte,” bebernya.
Ada juga kasus kekerasan seksual anak yang pelaku dan korbannya anak. Selain itu, kasus yang tengah DPMPPA tangani atau dampingi yakni anak yang menjurus ke arah gay. Pelaku saat ini duduk di kelas 5 SD dan sudah mulai menyukai anak laki-laki (sesama jenis) dan mengajak teman lainnya dengan iming-iming diberi uang.
“Kasus ini membutuhkan perlindungan khusus. Kami sudah lakukan pemeriksaan psikologi melalui LPPAR, kejaksaan, rumah sakit, dan pengadilan akan monitoring selanjutnya secara bertahap. Kasus ke arah gay ini sudah dilakukan assesment, belum ada tuntutan warga untuk mengeluarkan anak tersebut namun akan diungsikan keluar kampungnya,” jelasnya.
Lanjut Puji, masih ada pembicaraan atau komunikasi di kelurahan antar pelaku dan korban. Pasalnya, pelaku ialah yatim piatu dan DPMPPA akan mendalami dan mediasi terkait apakah membutuhkan rehabilitasi atau dibawa ke luar kota dan dimasukkan ke pondok pesantren.
Kemudian, kasus kekerasan berbasis gender dipaparkan Puji, ada 9 kasus kebanyakan dialami perempuan dan ada satu laki-laki. Yakni, diantaranya ada kekerasan seksual pencabulan oleh pakdenya sendiri, kasus KDRT dengan kekerasan psikis namun dimediasi berujung ke talak di Pengadilan Agama.
Lanjut dijelaskan Puji, kasus KDRT lainnya yakni secara psikis, fisik, dan penelantaran anak. Anak dipulangkan ke Palembang dititipkan ke tempat penitipan karena perceraian. Kemudian, ada lagi kasus perempuan yang memiliki foto private dengan pacar dipaksa seperti itu.
KDRT kekerasan fisik dengan permasalahan ekonomi ada juga, namun klien mencabut laporan dan berbaikan. Ada juga kasus pencabulan oleh kakak ipar yang tinggal satu rumah tanpa sekat.
“Dari 9 kasus tadi 7 kasus sudah selesai dan dua masih dalam proses. Ini belum masuk ke ranah hukum dan Alhamdulillah sudah terselesaikan meskipun ada sampai ke talak namun ada yang rujuk dengan melibatkan banyak pihak, “pungkasnya.
Red