Mustadjirin Ketua Forum Masyarakat Sipil (Formasi) Kabupaten Pekalongan
TRIBUNCHANNEL.COM –Pekalongan – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Masyarakat Sipil (Formasi) Kabupaten Pekalongan, Mustadjirin, angkat bicara terkait polemik bantuan ternak kambing di Desa Menjangan, Kecamatan Bojong, yang bersumber dari bantuan provinsi tahun 2024 . Dalam keterangannya pada Rabu (22/1/2025), Mustadjirin menyayangkan adanya dugaan penyimpangan dalam penyaluran bantuan tersebut.
“Saya sangat menyayangkan adanya skandal bantuan peternakan di Desa Menjangan. Anggota kelompok tidak dilibatkan, dana bahkan dipangkas hingga 10 persen oleh aspirator, dan bantuan ini diduga tidak tepat sasaran. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 67 Tahun 2016, perangkat desa dilarang menjadi pengurus atau anggota kelompok tani atau ternak. Jika ini terjadi, mereka harus memilih antara menjadi perangkat desa atau menjadi pengurus kelompok. Skandal ini jelas merupakan pelanggaran hukum,” tegas Mustadjirin.
Ia juga mengkritik keterlibatan perangkat desa dalam pengelolaan bantuan tersebut. Sekretaris Desa (Sekdes) Menjangan, Taufiq Akbar, diketahui menjadi anggota kelompok penerima bantuan ternak. Hal ini, menurut Mustadjirin, melanggar aturan yang tertuang dalam Permentan No. 67 Tahun 2016. Lebih lanjut, Mustadjirin juga menyoroti peran Mari’in, perangkat desa sekaligus bendahara desa, yang diduga mengelola anggaran kelompok penerima bantuan ternak.
“Perangkat desa tidak boleh terlibat dalam kelompok penerima bantuan, apalagi dalam posisi strategis seperti bendahara. Saya meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut tuntas kasus ini karena jelas merugikan keuangan negara,” tambahnya.
Dalam wawancara terpisah, Waryono, bendahara kelompok penerima bantuan, mengungkapkan sejumlah fakta yang mencengangkan. Ia mengaku hanya menjalankan tugas sebagai bendahara secara formal, tanpa pernah memegang uang bantuan secara langsung.
“Saya menerima 8 ekor kambing, tapi sekarang tinggal 3 ekor. Dua ekor milik Pak Usup dan Pak Carik. Lima lainnya ada di tempat beberapa anggota kelompok. Untuk masalah dana, semua dipegang Pak Mari’in. Saya hanya diberitahu bahwa kandang ternak dihargai Rp12 juta, tapi setiap anggota hanya menerima Rp1,5 juta. Padahal, saya mengeluarkan uang pribadi hingga Rp4 juta untuk membangun kandang,” jelas Waryono.
Waryono juga menyebut bahwa transaksi pembelian kambing dilakukan oleh Mari’in, tanpa transparansi. “Kambing-kambing itu katanya dihargai Rp2 juta per ekor, tapi saya rasa harga itu tidak masuk akal untuk kondisi kambing yang diterima. Semua pencatatan dan laporan ada di tangan Pak Mari’in,” tambahnya.
Dugaan lainnya adalah adanya potongan dana sebesar Rp8 juta yang disebut sebagai “fee aspirasi”. Waryono mengaku mengetahui keberadaan potongan tersebut, namun kembali menegaskan bahwa dirinya tidak pernah terlibat langsung dalam pengelolaan uang bantuan.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan diharapkan dapat segera ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum untuk memastikan transparansi serta menindak pelaku yang terlibat dalam dugaan penyimpangan bantuan ternak di Desa Menjangan.
Red/Slamet